March 14, 2012

Tukang Gigi, bagaimana jika alih profesi?


Kalau pada tulisan sebelumnya saya banyak menyinggung mengenai bahaya yang mengintai di dalam bilik Ahli/Tukang Gigi, kini saya akan memaparkan ide untuk mengatasi praktek liar Ahli/Tukang Gigi…

Mungkin apabila dilakukan "penertiban" Tukang Gigi, akan timbul potensi kericuhan dan kerepotan yang luar biasa. Menurut hemat saya ada cara yang lebih menguntungkan semua pihak dalam mengatasi masalah ini.
Dengan apa?  mendidik dan memproyeksikan "Tukang Gigi" untuk bekerja di bidang usaha kesehatan gigi lain.

Ya, ide saya adalah untuk mengalihkan profesi mereka. Ahli/Tukang Gigi punya pengalaman membuat gigi tiruan, mengapa tidak mendidik mereka lebih lanjut untuk menjadi TEKNIKER GIGI??

Tekniker Gigi adalah oran g yang bekerja di lab dental, mereka memproses benda-benda yang akan diubah menjadi gigi tiruan, baik cekat atau lepasan. Tekniker gigi tidak berhubungan dengan pasien secara langsung. Proses pembuatan gigi tiruan memerlukan keterampilan dan penguasaan alat-alat khusus. Saat ini dengan meningkatnya jumlah dokter gigi dan banyaknya jumlah pasien, tekniker gigi adalah profesi yang masih amat sangat dibutuhkan.

Dengan adanya perbandingan yang sesuai antara  dokter gigi dan tekniker gigi, bisa dibayangkan berapa efisiennya pengerjaan suatu gigi tiruan di lab dental. Bayangkan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu gigi tiruan bisa menjadi lebih cepat dengan adanya tenaga yang lebih melimpah.

Dunia kedokteran gigi sangat luas, tidak semuanya berhubungan langsung dengan pasien, sehingga bisa dipikirkan untuk upaya alih profesi Ahli Gigi ke bidang-bidang terkait. Selain tekniker gigi, untuk menunjang dunia kedokteran gigi, masih dibutuhkan: Teknisi Dental Unit, Supplier Alat dan Bahan Kedokteran Gigi, Radiografer Dental, dan lain-lain.

Kelak istilah ahli gigi/tukang gigi dapat ditiadakan, terutama sekali di undang-undang karena potensial menimbulkan kesalahpahaman.

Secara umum dan sederhananya, langkah-langkah yang bisa diambil adalah:

  •  melakukan pendataan mengenai jumlah dan lokasi "Ahli/Tukang Gigi" yang bertebaran di Indonesia.
  •  melakukan pendataan mengenai jenis pekerjaan dental yang dilakukan oleh para "Ahli/Tukang Gigi" tersebut
  •  mendata lab dental, teknisi dental unit, dan toko dental
  •  mendapatkan pengajar untuk melakukan pelatihan lanjutan bersertifikasi untuk keperluan alih profesi
  •  melakukan sosialisasi ke ahli gigi, lab dental, teknisi dental unit, dan toko dental terkait mengenai rencana ini
  •  melaksanakan pengajaran singkat bersertifikasi =)

Mungkin ide saya masih banyak cacatnya, tapi saya berharap paling tidak ini bisa menjadi gambaran solusi yang saling menguntungkan banyak pihak. Saya sangat berharap tidak ada lagi pasien yang menjadi korban praktik gigi yang serampangan, dan dunia kedokteran gigi Indonesia bisa lebih maju dengan didapatnya sumber daya yang berkualitas.

Ahli gigi, Tukang Gigi, dan Dokter Gigi


Saat ini sering sekali kita temui di jalan-jalan tulisan "Ahli Gigi"  atau "Tukang Gigi" yang terpampang dengan bebasnya. Banyak di antaranya disertai dengan ilustrasi senyum manis seorang wanita, gigi palsu full, dan deretan gigi yang dihiasi  kawat gigi warna-warni. Sebuah upaya untuk menarik pengunjung.

Sebenarnya siapa ahli/tukang gigi? Apa yang mereka lakukan?

Menurut permenkes, nomer 399/menkes/per/V/1989 jelas disebutkan wewenang tukang gigi adalah membuat membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sebagian atau penuh dengan bahan akrilik.1

Namun sayangnya dari informasi yang saya ketahui, dan yang pernah saya lihat, mereka bahkan melakukan berbagai macam perawatan dental yang hanya boleh dilakukan dokter gigi. Ada yang melakukan penambalan, pembuatan gigi tiruan, bahkan yang lebih berbahaya, pencabutan gigi dan pemasangan kawat gigi!

Perlu diketahui bagi para pasien, bahwa ahli/tukang gigi tidak melewati pendidikan yang memadai untuk merawat pasien. Ahli gigi TIDAK mengetahui bagaimana mendiagnosis suatu kelainan, membuat rencana perawatan dan sebagainya. Mereka juga tidak mampu mengenali dan membedakan keadaan normal dan patologis, bagaimana indikasi dan kontraindikasi suatu tindakan kedokteran gigi dan prosedur standar untuk melakukannya.

Para dokter gigi dididik dengan serius untuk memahami berbagai aspek kedokteran gigi. Tiap percabangan ilmu  harus dipahami benar-benar agar dapat melakukan perawatan yang optimal bagi pasien. Setiap bagian memiliki prosedur tindakan yang mengharuskan dokter gigi memiliki keterampilan khusus yang harus dilatih berulang-ulang selama bertahun-tahun. Faktor-faktor seperti estetika, fungsi, oklusi dan kesehatan keseluruhan rongga mulut sangat ditekankan selama perawatan.

Dokter gigi juga dididik sejak awal untuk berpegang teguh pada kode etik kedokteran, bagaimana memperlakukan pasien dan teman sejawat, bahkan kewajiban terhadap diri sendiri untuk terus meningkatkan ilmu dan keahlian pun dicantumkan di sana.

Untuk dapat berpraktek, kini dokter gigi harus memiliki lisensi berupa STR dan SIP yang didapat melalui serangkaian ujian kompetensi dan syarat formal lainnya. Saat berpraktek, dokter gigi yang sedikit saja melenceng dari prosedur standar operasional yang ditetapkan untuk suatu perawatan bisa dianggap melakukan malpraktek. Undang-undang dengan kuatnya mengatur kedudukan dokter gigi.

Memang tidak semua tukang gigi nakal, namun nyatanya sangat memprihatinkan melihat banyak pasien yang menjadi korban dari perawatan  gigi di luar kewenangan yang dilakukan di bilik-bilik Ahli/Tukang Gigi. Sebagai contoh:

Penambalan gigi tanpa mendapatkan bentuk gigi yang sesuai, sehingga estetis terganggu
Penambalan gigi dengan akrilik, yang sama sekali bukan bahan yang tepat untuk menambal gigi
Penambalan gigi tanpa memperhatikan kontur dan posisinya terhadap gusi, sehingga mengakibatkan kerusakan tulang sekitar gigi yang hebat
Penambalan gigi tanpa memperhatikan kedalaman karies, sehingga malah menimbulkan infeksi periapikal serius.
Pencabutan gigi tanpa alat yang steril dan sesuai
Pencabutan gigi tanpa anestesi yang memadai dan tidak memperhatikan keadaan umum penderita
Teknik pencabutan yang salah, sehingga sisa akar masih tertinggal dan menyebabkan infeksi lanjutan
Pemasangan gigi palsu tanpa mencabut sisa akar. Hal ini sangat merugikan karena sumber infeksi tidak diangkat, dan kelak gigi palsu tidak akan stabil.
Pemasangan gigi palsu tanpa desain yang sesuai, sehingga mengganggu oklusi (gigitan) dan terjadi kerusakan jaringan penyangga
Pemasangan kawat gigi serampangan, bukannya mendapatkan oklusi (gigitan) yang baik, posisi gigi menjadi berantakan, nyeri dan terjadi kelainan sendi rahang.
Pemasangan kawat gigi yang sembarangan  juga bisa menyebabkan perubahan bentuk wajah, bukannya estetika yang didapat melainkan kekecewaan semata.

Selain itu patut diperhatikan bagaimana pengendalian infeksi silang:
Apakah alat-alat yang digunakan dalam keadaaan steril??
Bagaimana cara mereka "mensterilkan" alat-alat yang digunakan?
Apakah mereka melindungi pasien dan diri sendiri dengan  sarung tangan dan masker??
Tanpa kontrol infeksi yang memadai, akan banyak penyakit menular mengintai, diantaranya: Hepatitis B, Herpes Simplex, TBC, dan yang paling mengerikan: AIDS

Dokter gigi memiliki syarat yang ketat dalam masalah kontrol infeksi, mensterilkan alat juga  harus dengan alat khusus, Personal Protective Equipment (PPE) seperti masker dan sarung tangan harus selalu digunakan.

Begitulah, tindakan yang tidak memperhatikan indikasi maupun kontraindikasi, bagaimana prosedur standar yang harus dilakukan, dan kontrol infeksi yang wajib dilaksanakan akan sangat merugikan pasien. 

Saya baru mendengar terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 Tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi.2
Namun pencabutan izin tukang gigi  dan menutupnya secara serentak rasanya juga sulit karena lemahnya pengawasan. Bahkan sudah muncul suara-suara yang menuduh ini adalah upaya pembinasaan lapangan kerja tanpa pembinaan.

Adalah tugas kita sebagai dokter gigi untuk terus menyampaikan informasi yang benar mengenai perawatan gigi yang ideal kepada pasien. Sementara pemerintah harus bisa mengayomi segala pihak terkait, agar tidak dikira tidak berpihak kepada rakyat yang membutuhkan lapangan kerja. Ada baiknya agar lebih dulu dilakukan upaya progresif baik ke tukang gigi maupun masyarakat, seperti sosialisasi dan dengar pendapat juga pembinaan dan permodelan usaha kesehatan gigi lainnya sebagai pilihan pekerjaan, seperti tekniker gigi atau radiografer gigi.

Kebanyakan orang takut ke dokter gigi karena merasa perawatannya mahal, padahal, semakin dini kelainan rongga mulut dideteksi, semakin mudah dan murah perawatan yang dilakukan. Gigi dan gusi adalah bagian tubuh yang sangat mudah berubah dan dipengaruhi berbagai macam faktor. Dengan rutin berkunjung ke dokter gigi, dapat dideteksi potensi gigi berlubang dan kelainan gusi, pencegahan ini sangat penting agar dapat mengendalikan faktor risiko dan tidak berkembang ke arah yang lebih serius. Dokter gigi juga kini mudah ditemukan dimana-mana, bahkan di puskesmas-puskesmas.

Daftar referensi:
  1. <http://www.perigigiku.com/?mod=berita&act=view&id=12>
  2.  http://psmkgi.org/news/pemerintah-cabut-semua-izin-praktik-tukang-gigi/